Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ini menjadi penyakit yang kasusnya terjadi sepanjang tahun, meskipun peningkatan terjadi saat memasuki musim penghujan.
Keterlambatan pengobatan dan kesalahan diagnosis demam berdarah membuat demam berdarah dengue (DBD) fatal bahkan mengancam jiwa. Namun, penyakit ini bisa dicegah sejak dini.
Risiko kematian bisa muncul karena masyarakat tidak mengenali gejalanya dan tidak waspada. Meski tentu saja gejala DBD dan DBD memiliki ciri yang berbeda, sehingga sering disalahartikan sebagai demam biasa.
Menurut dokter anak Harsono Budiprananto, gejala yang paling umum adalah demam tinggi mendadak. Suhu tinggi tidak dimulai dengan suhu panas, tetapi tiba-tiba menjadi tinggi dan parah dengan suhu tinggi.
Gejala umum demam berdarah adalah menunggang kuda. Tiga hari pertama adalah musim panas yang tinggi. Tiga hari berikutnya adalah masa kritis dimana suhu benar-benar menurun. Setelah itu, pasien masuk perawatan saat suhu naik lagi dan turun secara bertahap.
Selain demam tinggi, kata Harsono, gejala lain mirip dengan flu. Pasien akan mengalami sakit kepala, nyeri otot, tulang dan sendi. Selain itu, ada gejala gangguan pencernaan seperti mual, muntah, dan diare.
Sedangkan bercak merah yang sebelumnya disebut sebagai gejala DBD, kata dia, sudah tidak lagi menjadi gejala. Pasalnya, bintik merah tersebut biasanya tidak muncul di tubuh pasien.
“Saat demam turun, orang tua mengira anaknya ingin sembuh, meski dalam kondisi kritis. Ini bisa menunda pengobatan. Juga kalau ditambah pilek, maka dianggap demam biasa,” imbuhnya.
Oleh karena itu, jika ada anggota keluarga yang mengalami demam, begitu muncul gejala yang berbahaya, sebaiknya segera dibawa ke dokter.
Tanda-tanda bahaya antara lain penolakan untuk makan/minum atau makan/minum sangat sedikit, muntah terus-menerus, pendarahan, sakit perut mendadak, kurang buang air kecil dan kelemahan pada tubuh.
Periksa darah pada waktu yang tepat untuk menghindari hal-hal yang salah
Menurut Harsono, yang juga bekerja di rumah sakit utama di Arsaya, karena gejalanya yang tidak biasa, diagnosis hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium darah. Namun, jenis pemeriksaan dan waktu pemeriksaan harus sesuai.
Saat hangat pada hari 1 dan 2, pasien dapat memeriksa NS-1. Tes darah jenis ini dapat mendeteksi jika suhu tubuh menunjukkan adanya virus dengue penyebab demam berdarah atau DBD.
Pada hari panas 3 sampai 5, tidak ada tes darah. Biasanya hanya pemeriksaan darah rutin yang akan dilakukan. Jika hasilnya menunjukkan penurunan trombosit, kemungkinan besar hal ini mengarah ke DBD.
Kemudian pada hari keenam dilakukan tes khusus yang disebut IgM dan IgG yang merupakan tes DBD. Jenis pemeriksaan ini memungkinkan untuk menentukan secara akurat apakah penyakitnya DBD atau tidak. “NS-1 hanya bisa 1-2 hari panas, kalau setelah itu benda yang dicari di dalam darah hilang, hilang.
Itu hanya muncul di awal. Sementara jika Anda melakukan IgM dan IgG sebelum 6 hari, hal-hal yang Anda cari di dalam darah tidak ada. Akhirnya disebut negatif, padahal negatif palsu,” ujarnya.
Ini biasanya terjadi ketika pengujian hanya dilakukan di laboratorium. Karena hasilnya negatif, pasien tidak segera dibawa ke dokter atau rumah sakit, meskipun kemungkinan menderita DBD.
Selain itu, jelasnya, pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan adanya penurunan trombosit dalam darah. Trombosit berfungsi membuat darah lebih cepat menggumpal saat tubuh mengalami cedera.
Jika pasien DBD diobati dini, bahkan dengan trombosit rendah, dia mungkin mengalami pendarahan mendadak. Misalnya, mimisan atau gusi berdarah terlihat. “Yang bahaya itu kalau pendarahannya internal yaitu di pencernaan, mengakibatkan pendarahan di usus yang tidak berhenti.
Ini fatal,” ujarnya. Juga, tambahnya, jika ada penyakit penyerta pada pasien. Misalnya pasien dewasa dengan obesitas, tekanan darah tinggi, diabetes dan penyakit jantung. Anak yang sakit juga bisa bertambah parah jika kekurangan gizi dan kelebihan berat badan.
Demam berdarah sendiri memiliki bentuk yang ringan seperti demam berdarah yang hanya berupa demam. Ada juga DBD yang dapat menyebabkan perdarahan seperti mimisan atau perdarahan saluran cerna.
Ada juga dengue shock syndrome yang dapat membuat penderita pingsan dan hilang kesadaran, resiko yang paling berbahaya adalah kematian. “Tidak perlu diprioritaskan satu per satu jenisnya. Namun, pasien bisa langsung dari DBD ke dengue shock syndrome, tidak perlu diambil darahnya dulu tapi langsung keluar,” ujarnya.
Dua pencegahan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
Menurut Harsono, pemerintah telah melakukan dua langkah pencegahan. Pertama, karena penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, maka masyarakat akan menggunakan 3M Plus untuk membasmi sarang nyamuk tersebut.
3M plus yaitu pertama menguras dan menyikat, kedua menutup tangki air, ketiga menggunakan atau mendaur ulang barang bekas. Nilai plusnya adalah mengetahui cara pencegahan dan perkembangbiakan nyamuk DBD seperti menanam tanaman obat nyamuk, menggunakan lotion anti nyamuk, tidur dengan kelambu dll.
Metode kedua adalah vaksinasi terhadap demam berdarah. Vaksin ini dapat diberikan kepada orang yang berusia antara 6 dan 45 tahun. Vaksin diberikan dua kali dengan selang waktu 3 bulan, vaksin dapat diberikan kapan saja dan untuk penderita DBD maupun tidak.
Menurut Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, vaksinasi merupakan alat yang efektif untuk mengendalikan demam berdarah di Indonesia.
Dalam keterangan Kementerian Kesehatan, disebutkan bahwa saat ini terdapat dua jenis vaksin yang memiliki izin edar BPOM dan beredar di pasaran, antara lain vaksin Dengvaxia dan vaksin Qdenga.
Meski sudah ada izin edar BPOM, kata Imran, Kemenkes bekerja secara program dengan Direktorat Imunisasi dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Kerjasama ini dilakukan untuk memasukkan vaksin ini ke dalam program atau vaksin imunisasi dasar lengkap.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai DBD yang kasusnya meningkat saat El Nino. Kehati-hatian harus dilakukan selama musim hujan karena akan ada lebih banyak genangan air atau tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah.
Data Kementerian Kesehatan per 27 November 2022 menunjukkan kasus DBD dalam 10 tahun terakhir mulai meningkat setiap November, jumlah tertinggi pada Februari dan kasus mulai menurun pada Maret-April. Proses ini telah berlangsung selama 10 tahun.